Saturday, May 26, 2007

tasawuf

Hakikat tasawuf

Ada tiga unsur dalam diri manusia yaitu: ruh, akal, dan jasad. Kemulian manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah karena manusia memiliki unsur ruh ilahi. Ruh yang dinisbahkan kepada Allah. SWT sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Hijr ayat 29 yang artinya : "Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud".
Ruh Ilahi inilah yang menjadikan manusia memiliki sisi kehidupan rohani yang dapat diistilahkan dengan makna tasawuf. Dimana kecondongan ini juga dimiliki oleh semua manusia dalam setiap agama. Karena perasaan itu merupakan fitrah manusia. Secara umum dapat juga kita ibaratkan makna tasawuf dengan filsafat kehidupan dan metode khusus sebagai jalan manusia untuk mencapai akhlak sempurna, menyingkap hakikat dan kebahagiaan jiwa.
Yang membedakan antara sufi dengan sufi yang lainnya adalah tatacara riyadhohnya (latihan) yang kadang tidak luput dari pengaruh luar. Seperti tercemar oleh pemikiran filsafat sesat yang berkembang saat itu, atau gerakan-gerakan tatacara ibadah agama lain, dan sebagainya.
Tasawuf pada mulanya adalah bagian dari ajaran zuhud dalam islam. Yaitu lebih berkonsentrasi dalam pendekatan diri kepada Allah SWT dengan ketaatan dan ibadah. Semakin jauh dari zaman Rasul SAW semakin banyak aliran-aliran tasawuf berkembang. Dari perbedaan tatacara yang digunakan oleh masing-masing aliran itu tasawuf menjadi istilah yang terpisah dari ajaran zuhud. Karena tasawuf telah menjadi aliran yang memiliki makna khusus sebab kekhususan praktek ajaran yang ditempuhnya. Mungkin dapat diibaratkan sebagai madrasah (lembaga pendidikan) yang masing-masing memiliki tata cara khusus dalam menggembleng murid-muridnya untuk mencapai taqarub kepada Allah SWT. Dari pengertian ini maka tidak setiap ahli ibadah dapat disebut sufi tapi sufi diharapkan menjadi ahli ibadah. Juga tidak setiap orang yang berakhlak mulia dapat disebut sebagai sufi tapi sufi diharapkan memiliki akhlak mulia. Karena dalam ajaran tasawuf, orang bisa disebut sufi jika dia telah masuk dan terikat dalam aliran tasawuf tertentu (madrasah). Dimana dalam madrasah tasawuf terdapat guru dengan sebutan mursyid atau syeikh yang akan membimbing murid tentang tata cara bagaimana mendekatkan diri pada Allah.
Ibnu Taimiyah pernah berkomentar bahwa para sufi adalah orang-orang yang berijtihad menuju ketaatan Allah SWT seperti halnya orang-orang yang telah berijtihad dalam suatu perkara sebelumnya. Dan dalam berijtihad itu mereka ada yang salah dan ada yang benar, bahkan ada yang memang keluar dari ajaran Islam. Maka disinilah peran penting ilmu untuk menyikapi aliran tasawuf tersebut.

Korelasi antara ilmu dan tasawuf

Lebih khusus ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu syari'at atau fiqih. Karena fiqih adalah ilmu yang membahas tentang perkara zhohir dari suatu ibadah. Fiqih hanya membahas apakah suatu ibadah itu dapat dinilai sah atau tidak. Selama ibadah itu dilakukan sesuai dengan syari"at dan rukunnya maka pelakunya telah bebas dari kewajibannya secara hukum fiqih. Fiqih tidak melihat apakah anda sudah melaksanakan ibadah itu dengan kekhusyu'an dan memperhatikan adab-adabnya atau tidak. Adapun hakikat tasawuf adalah yang memperhatikan perkara hati ketika beramal, apakah saat itu ada keterikatan hati kepada Allah atau tidak. Dengan tasawuf akan membuahkan keindahan akhlak dari fiqih (ilmu). Contohnya adalah seorang yang melaksanakan sholat akan tampak khusyuk, bacaannya indah, gerakannya indah karena hatinya terikat dengan Allah SWT sehingga merasakan pengawasan dalam setiap bacaan dan gerakannya.
Dalam tasawuf, hati memang menjadi obyek utama yang lebih diperhatikan. Karena itu keikhlasan para sufi sudah teruji dan mungkin sudah tidak dapat diragukan lagi. Disamping keikhlasan, unsur yang terpenting yang harus dipenuhi dalam setiap amal ibadah adalah unsur kesesuaian amalan tersebut dengan tuntunan atau ajaran Nabi Muhammad SAW. Dari sisi inilah aliran tasawuf banyak yang tergelincir. Sehingga banyak terlihat mengadakan praktek amalan ibadah yang kurang atau bahkan tidak sesuai dengan tuntunan sunah Nabi SAW. dalam hal ini kaum sufi bisa termasuk golongan orang yang disebut dalam surat al-Kahfi ayat 104 yang artinya : "Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya"

Diantara kesesatan aliran tasawuf yang terlihat adalah:
1. mengambil mentah-mentah kisah-kisah yang berbau mistik dan khurafat tanpa ada landasan syari'atnya.
2. Tidak menyaring antara hadits-hadits yang shohih dan yang dho'if. Bahkan sering juga mengamalkan hadits-hadits yang maudu'.
3. Mentaati syeikhnya secara mutlak, bahkan ada yang meningkat ketaraf mengkultuskan. Menganggap bahwa syeikhnya tidak pernah jatuh pada kesalahan, sehingga semua perintahnya harus dilaksanakan.
4. Lebih meyakini dan mengikuti kata hatinya daripada mengikuti syari'at, apalagi jika diyakini itu adalah ilham, atau kasyf.
5. Tidak memperhatikan tuntunan syari'at dalam amal ibadah, zikiran, dan apa yang dianggap amal kebajikan. Seperti lebih mengutamakan zikiran yang disusun oleh syeikhnya daripada susunan dan aturan yang telah diajarkan Nabi SAW. Juga berlebihan dalam praktek ibadah (ghuluw) dan menafsirkan ayat atau hadits.

Kesalahan yang diperbuat para kaum sufi itu adalah akibat dari kurangnya perhatian mereka terhadap ilmu syari'at. contohnya lagi yaitu mereka mengangap bahwa gerakan yang menyertai zikiran itu dapat menambah kekhusyu'an dalam berzikir. Tetapi mungkin dapat kita katakan untuk menjawab anggapan ini adalah bahwa gerakan spontan ketika berzikir itu boleh saja seperti gerakan spontan ketika kita sedang menikmati membaca alqur'an. Kesalahannya adalah jika gerakan itu bukan secara spontan adanya. Tetapi gerakan itu adalah sengaja dibuat tata caranya oleh seorang syeikh dan kadang menjadi keharusan bagi anggota aliran tasawuf tersebut ketika berzikir. Karena dalam tuntunan Nabi SAW tidak ada keharusan melakukan gerakan khusus ketika berzikir. dalam kaidah disebutkan bahwa sesuatu yang mutlak (tidak terikat) jika di ikatkan maka telah menyalahi (termasuk bid'ah) dan sebaliknya bahwa sesuatu yang terikat (waktu, tempat atau tata cara) jika di mutlakan maka juga berarti bid'ah. Kesalahan sufi dalam hal zikir ini adalah mereka mengikatkan zikiran yang dimutlakan dengan gerakan atau tata cara khusus yang mengiringinya. Untuk contoh kaidah yang kedua misalnya adalah tawaf yang dilakukan orang awam pada kuburan-kuburan para wali. Bid'ah disini adalah mereka memutlakan ibadah tawaf yang sudah terikat dengan tempat yaitu hanya di ka'bah saja menjadi ibadah yang boleh dilakukan selain di ka'bah.

Contoh lainnya tentang kesalahan golongan sufi adalah tentang konsep cinta kepada Allah yang berlebihan. Ini terjadi karena kurang memperhatikan kaidah-kaidah penafsiran ayat atau hadits yang telah disepakati oleh para ulama. Ungkapan cinta yang berlebihan secara spontan mungkin dapat dimaklumkan, tapi jika ungkapan itu dijadikan konsep ajaran maka disitulah letak kesalahannya. Karena dengan begitu telah membingungkan orang awam dan bisa menyulitkan diri dengan memaksakan untuk melakukan amalan yang diluar kemampuannya. Dan ini berarti telah menyalahi ajaran Islam yang asalnya bersifat mudah dan tidak menyulitkan diri.

Pengetahuan tentang tuntunan Nabi SAW itulah yang dimaksud dengan ilmu disini. Dengan ilmu itu juga dapat menjadi penilaian, apakah aliran itu dapat diterima atau tidak (sesat). Dalam hal ini kalangan ulama sufi generasi awal sendiri menegaskan bahwa tarikat yang tidak berlandaskan ajaran murni Islam dari kitab dan sunah adalah bukan temasuk tasawuf Islam. Sebagaimana pernyataan syeikh para sufi al-Junaed bin Muhammad : "Semua aliran tarikat tertutup bagi makhluk kecuali yang mengikuti jejak Rasulullah SAW". Berkata juga yang lain: "Aliran kita adalah terikat dengan kitab dan sunah".
Segala bentuk ibadah dari zikir, sholat, puasa, berdoa, dan lain sebagainya itu pada asalnya adalah haram hukumnya. Karena ibadah adalah perkara yang yang hanya terbatas pada apa yang telah diperintahkan Allah SWT saja. Atas dasar ini, segala bentuk ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Nabi SAW adalah sesat dan tidak dapat diterima. Sebagaimana sabda Nabi SAW: "Barang siapa yang mengerjakan amalan yang tidak berasal dari tuntunan kita, maka hal itu ditolak".(HR. Bukhory dan Muslim)
Dengan pondasi syari'at yang kuat tasawuf ini akan lebih terjaga keabsahannya. Karena syari'at adalah petunjuk. Barang siapa yang memanfaatkan petunjuk tidak akan tersesat jalan. Sebaliknya, barang siapa yang meneluri jalan tanpa petunjuk tidak akan pernah sampai tujuan. Dari sini, jelaslah bahwa syarat kebenaran sebuah aliran adalah harus berlandaskan ilmu. Sebagimana kaidah arab yang menguatkan pernyataan ini: "barang siapa salah jalan berarti dia akan sesat".
Imam Syafi'i membagi manusia berdasarkan hal ini menjadi tiga yaitu: ahli fiqih, sufi dan ahli fiqih yang sufi. Dalam syairnya beliau menggambarkan hubungan ilmu dan tasawuf ini:
فقيها و صوفيا فكن ليس واحد ا فإنى - و حق الله – إياك أنصح
فذلك قاس لم يذق قلبه تقى و هذا جهول كيف ذو الجهل يصلح

Seorang ahli fiqih dan sufi selayaknya tak boleh terpisah
Demi Allah aku akan menasihati kamu (tentang hal ini)
Kalau yang itu ( ahli fiqih) keras hatinya karena belum merasakan ketakwaan
Dan yang ini (sufi) bodoh, bagaimana dia bisa berbuat perbaikan jika dia bodoh


Merupakan kenikmatan jika memiliki isteri yang memahami bahwa menyiapkan sarapan dan perlengkapan suami yang akan berangkat pagi hari adalah lebih utama dari menghabiskan waktu berzikir dengan hitungan ribuan kali. Juga kenikmatan bagi seorang isteri jika memiliki suami yang memahami bahwa mencari nafkah adalah bentuk ibadah yang lebih utama dari duduk bermalasan walau sambil berzikir dengan hitungan ribuan kali. Seperti halnya pemahaman sahabat bahwa membantu menyelesaikan keperluan saudaranya adalah lebih utama dari beri'tikaf dalam masjid nabawy sekalipun.

Karakteristik kehidupan robany dalam Islam

Jika kita sepakat bahwa inti ajaran tasawuf adalah untuk mencapai kehidupan robany, maka pada hakikatnya adalah bahwa dari yang awam hingga para ualma semuanya membutuhkan pembinaan iman untuk menggapai kehidupan yang robany. Dan pembinaan itu tentunya harus berlandaskan ilmu. Seorang yang memiliki ilmu bisa tampak lebih sufi dari orang yang berada dalam aliran tasawuf. Sebagaimana orang bisa tampak lebih berilmu dari orang yang duduk di bangku sekolah.
Dari uraian sebelumnya diharapkan dapat mengantarkan kita dalam menyikapi aliran tasawuf yang ada dengan sikap yang moderat. Artinya tidak memihak kepada golongan yang menganggap bahwa semua aliran tasawuf adalah sesat, juga tidak memihak kepada golongan yang tenggelam meyakini bahwa aliran tasawuf itu adalah tampilan ideal Islam. Adapun tampilan Islam yang ideal mungkin dapat kita lihat dari karakteristik kehidupan yang robany dalam Islam sebagai berikut:
1. Tauhid
Tauhid adalah mengesakan Allah SWT dalam ibadah dan mohon pertolongan. Seorang muslim hanya beribadah kepada Allah SWT dan hanya memohon pertolongan kepada Allah SWT. Kehidupan robany dalam Islam adalah yang berlandaskan tauhid yang intinya dapat tercangkup dalam empat perkara:
a.Tidak mencari tuhan selain Allah SWT. (lih: QS: Al-An'am: 164)
b.Tidak mengambil wali selain Allah SWT. (lih: QS: Al-An'am: 14)
c.Tidak mengharap hukum selain hukum Allah SWT.(lih: QS: Al-An'am: 114)
d.Tidak mengharap keridhoan selain dari Allah SWT.(lih: QS: Al-An'am: 162-163)

2. Mengikuti Tuntunan
Seorang muslim adalah yang melandaskan segala amalannya dengan syari'at. Karena syarat diterimanya sebuah amalan adalah harus memenuhi dua syarat yaitu : keikhlasan kepada Allah SWT semata dan harus sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Sebagaimana sabda Nabi SAW yaang artinya: "Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami, yang tidak kami perintahkan atasnya, maka hal itu ditolak". (HR: Bukhory dan Muslim)

3. Menjaga Keseimbangan
Muslim adalah yang menjaga keseimbangan dalam beribadah dan menjalani kehidupannya. Kegiatan untuk akheratnya dan amal ibadahnya tidak sampai berlebihan dan tidak sampai melupakan urusan duniaannya apalagi hak-hak orang lain. Dia sholat, puasa, zakat, haji, berzikir, tapi juga mencari nafkah, bercanda dengan keluarga dan olahraga. Dalm hal ini ada hadits Nabi SAW tentang sikap Beliau SAW terhadap sahabatnya yang salah memahami ajaran sehingga ada yang ingin puasa terus tanpa berbuka, ada yang ingin qiyamulail tanpa istirahat, dan ada yang tidak ingin menikah. Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah SWT tetapi aku puasa juga berbuka, aku qiyamulail juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Dan barang siapa yang tidak menyukai sunahku, maka bukan termasuk golonganku". (HR: Bukhory dan Muslim)
4. Berkesinambungan
Setiap nafas seorang muslim hendaknya terus dipenuhi zikir dan bernilai ibadah. Perintah-perintah ibadah yang ada seperti ada sholat lima waktu, sholat jum'at, sholat hari raya, juga haji misalnya, itu semua menuntun muslim untuk menjaga hubungan yang berkesinambungan dan tidak terputus dengan Allah. SWT. (lih:QS: Al-Hijr: 99)
5. Mudah dan Luas
Meskipun ibadah dalam Islam itu sifatnya berkesinambungan, tetapi ada kemudahan dan tidak ada pemaksaan untuk melakukan amalan yang diluar kemampuan hamba. (lih: QS: Al-Maidah: 6). Kehidupan robany dalam ajaran Islam juga kita dapatkan adanya kelonggaran bagi muslim sesuai dengan tingkat keimanannya dan kemampuannya. Sehingga kita dapatkan kelonggaran Islam bagi orang yang hanya sanggup menjaga amalan yang wajib-wajib saja. Islam tidak menutup jalan bagi para pendosa yang ingin bertaubat. Disamping para pemilik keimanan yang tinggi seperti para sahabat Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali Radliyallâhu'anhum yang sanggup melaksanakan amalan-amalan sunah sebagai tambahan.
6. Beragam
Seorang muslim dapat menjadikan segala amalan hidupnya bernilai ibadah. Dalam Islam ada ibadah badaniyah dan ibadah hati. Ada perintah dan larangan. Ada yang wajib, sunah, haram, makruh dan yang mubah. Itu semua menuntut muslim untuk dapat memperhatikan hal-hal prioritas dalam beramal. Contohnya bersedekah kepada tetangganya yang membutuhkan lebih diutamakan dari melaksanakan ibadah haji sunah.
7. Universal
Muslim hendaknya memahami keuniversalan ajaran Islam, tidak sebatas dalam amalan ibadah. Segala aspek kehidupan muslim yang mencangkup urusan dunia atau akhirat harus berlandaskan ajaran Islam. Muslim tidak memisahkan antara masalah ibadah, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Kehidupan muslim bukan hanya di dalam masjid, tapi juga dapat mengikat hatinya dengan masjid meskipun jasadnya di luar masjid.
Sesungguhnya Islam menuntun umatnya untuk dapat memperhatikan semua aspek kehidupanya secara seimbang. Seorang muslim yang moderat memiliki karakteristik kehidupan robany. Pemahamannya akan makna ibadah tidaklah sempit, hanya sebatas amalan ibadah ritual saja seperti shalat, puasa, zikir sebagaimana yang dipahami oleh sebagian besar golongan sufi.
Karakteristik muslim moderat ini semua ada dan telah dicontohkan dalam kehidupan Nabi SAW. Sehingga Aisyah Radliyallâhu'anha berkata ketika mensifati kehidupan Beliau SAW: "Sesungguhnya akhlak Beliau SAW adalah Qur'an".

2 comments:

zhellavie said...

COMMENT SAYA TERHADAP TULISAN DIATAS BAGAIKAN CERITA SUMUR KERING DIBAWAH INI :

SUMUR KERING

Pernah saya baca kisah seorang ahli bahasa terperosok ke
dalam sebuah sumur kering. Ia tak bisa naik. Ketika tampak
olehnya orang bertopi melongok ke bawah, ia berteriak minta
tolong.

"Tolonglah, keluarkan aku dari sini."

"Oke," jawab orang bertopi itu. Ia seorang sufi yang
bermaksud mencari air minum. "Tunggulah sebentar, aku cari tali dan tangga," kata sang sufi lagi

"Huss, logika bahasamu salah," teriak si ahli bahasa.
"Seharusnya kau bilang tangga, baru kemudian tali," katanya
lagi.

Sufi kita, yang biasa berpikir tentang hakikat, tertegun sejenak. Ia menyadari betapa tak mudah berurusan dengan orang yang bisa cerewet mengenai persoalan "kulit" dan abai terhadap perkara "isi". Tapi kemudian ia menyahut lagi.

"Baiklah Bung, kalau dalam keadaan darurat begini kau masih lebih mengutamakan kaidah bahasa ketimbang keselamatan jiwamu, tunggulah lima tahun di situ sampai saya kembali sebagai ahli bahasa."

Sang sufi kemudian melangkah anggun menjauhi tempat itu dan
tinggallah ahli bahasa kita, termenung-menung menyesali
orientasinya yang sering kelewat teknis dalam menghadapi
persoalan hidup yang kompleks dan warna-warni itu.

Boleh jadi, ahli bahasa dan sufi dalam kisah ini tak pernah
ada. Kisah ini, dengan kata lain, bisa saja cuma sebuah
rekaan belaka. Tapi bahwa manusia dengan sikap dan pemikiran
seperti mereka itu ada di sekitar kita, sebaiknya tak usah
diragukan.

Saya pikir-pikir, kisah itu merupakan sebuah karikatur yang
pas buat dua orang tokoh di kampung saya: Haji Mangil dan
Kang Kamidin. Haji Mangil itu resminya imam masjid. Dalam
urusan doa-doa, selamatan dan aneka ritus agamis ia berada
di "depan". Orang banyak telah mengkiai-kan dia. Tetapi
kekuasaan real Haji Mangil jauh lebih besar lagi karena ia
ternyata juga dominan secara politis.

Kang Kamidin sebaliknya. Ia tak "tampak". Kehadirannya
dalam, dan absennya dari, pertemuan, misalnya, tak menambah
dan tak mengurangi arti apa pun.

Pendeknya, ia tidak "dihitung". Ia bukan pengikut yang baik.
Diajak tahlilan tidak mau. Diajak Yasinan tiap malam Jum'at
sering mencolot diam-diam, karena tidak hapal surat Yasin.
Buat apa anggota macam dia?

Saya sendiri netral. Posisi "non-blok" ini membuat saya bisa
luwes berdialog dengan pihak mana pun.

Pernah suatu hari, setelah salat lohor di masjid, saya
bertanya pada "kiai" kita mengapa ia begitu menekankan
perlunya menghapal doa dan ayat-ayat.

"Kamu ini bagaimana, semuanya itu kunci pokok. Kita dilarang
melakukan suatu amal bila kita tak paham akan ilmunya.
Ngerti?"

Karena saya kelihatan belum mengerti, Haji Mangil pun
memberi contoh. "Bila tak paham ilmu, kita beramal, itu
ibarat tukang jahit memotong-motong kain seorang pelanggan
sebelum ditanya buat apa kain itu," katanya.

"Dia potong buat jas, padahal pelanggan mau bikin celana.
Kan kacau jadinya?" kata Pak Haji lagi.

Saya tahu, Pak Haji menyindir Kang Kamidin yang rajin puasa
Senin-Kamis, rajin salat malam, tapi buta ayat dan doa-doa.

"Maksudnya, amal itu tak sampai pada Tuhan?"

"Jelas tidak. Amal begitu sama dengan surat tanpa alamat.
Surat sudah ditulis, sudah dimasukkan ke dalam amplop, sudah
ada prangko, tapi tak ada alamat. Ke mana tukang pos mau
menyampaikannya, coba?"

Pak Haji seorang formalis. Ia bangga bahwa Islam tegas
mengajarkan sikap disiplin. Berulang-ulang dia anjurkan
jamaah berdisiplin memegang waktu, agar dalam salat jamaah
ada di shaf paling depan.

"Shaf paling depan itu pahalanya paling besar: dapat unta,"
katanya. "Belakangnya cuma lembu. Belakangnya lagi kambing.
Nah, terserah kita. Mau pilih kelas unta apa puas dengan
kelas kambing," katanya lagi.

"Kalau begitu berarti Pak Haji selalu dapat unta, dan orang
lain cuma kambing, mungkin malah cuma burung emprit," kata
saya.

"Salah mereka sendiri, bukan, memilih kelas emprit?"

Para jamaah setuju seratus persen. Tapi Kang Kamidin, yang
tidak termasuk main stream itu, tentu tak akur dengan
"kalkulasi" tersebut.

"Ibadah ya ibadah," kata Kang Kamidin.

"Maksudnya?"

"Ibadah itu bukti ketulusan hati. Jadi tak usah dikaitkan
dengan pahala."

"Tapi pahala kan memang dijanjikan?"

"Ya, bagi 'anak kecil' yang menyapu demi hadiah permen; bagi
jiwa yang sujud demi pahala."

"Apakah berarti Haji Mangil salah?"

"Kita tak punya hak menilai ibadah orang lain, apalagi sesama muslim yang sama2 beriman dan meyakini pada Alloh SWT serta Nabi Muhammad SAW, diterima atau tidaknya itu urusan Alloh, jika kita terjebak dengan mengkafir2kan orang lain apalagi sesama muslim bisa jadi kita ini seakan malah lebih Tuhan dari Tuhan-nya Rosululloh SAW, astaghfirulloohaladziim... bisa2 kita sendiri yang kafir... "

Saya pun terperanjat dan kaget atas jawaban luar biasa itu, kemudian saya bertanya lagi, bagaimana sikapnya terhadap pandangan "kiai" kita yang menganggap ibadah tanpa ilmu ibarat surat tanpa alamat.

"Tuhan tak sebodoh tukang pos, Mas," katanya.

Lama saya berpikir. Di balik kesederhanaannya itu terselip
kecanggihan. Ia tidak mau terperosok ke dalam "sumur kering"
penalaran yang serba formal dan teknis.

Ahmad Dhani pernah bilang bahwa lagu-lagunya keluar dari hati,
dan pasti akan sampai ke hati. Kang Kamidin tampaknya
bersikap sama: ibadah yang tulus dari hati, akan ketangkap
juga oleh gelombang cahaya Tuhan, yang mahabesar kasihnya,
yang tak terhingga ampunannya, dan yang mahatahu pula,
betapa kita ini cuma boneka-boneka tolol, di mata-Nya.

youngazmi.blogger.com said...

Bismillah, ade pagi ade petang,siang berjumpe malam,laki lakii dan perempuan,hidup dn mati, jiwa dan rage,susah dan senang.sedih bertunang senang. ade tinggi dan rendah benar dan salah. tua dan muda. tak ade dunia tampa langit dan bumi.maha suci olah yang menjadikan sesatu berpasang pasang.maka adelah dia akan surga setelah adenye neraka. adenye akan akherat setelah DIA adaknnya Dunia. dan tiade daye dan upaye hanya kepda ALLOH ROBBUL JALIL kite memohn petunjuk. Amin. dumai 20 februari 2009.