Sunday, May 27, 2007

puisiku 2

PILIHKAN UNTUKKU

Aku hanya mengharap
Karena aku sadar …
Aku bukan Ali ra yang pantas mendampingi Fatima ra.
Aku hanya sama miskin dengan Ali ra.

Dia hanya mengharap Ali ra.
Sedang Aku ..
hanya pendosa…Ampunkanlah
Aku lemah…Kuatkanlah
Aku sering terjatuh….teguhkanlah

Jika dia untuk yang lain
Memang dia terlalu sempurna untukku
Relakan saja…Walau ada bekas dihati
Hanya harapan…

Karena dia hanya mengharap Ali ra.
Ya Allah, jadikanlah aku seperti Ali ra.
Miskin….tapi punya optimis
Miskin…. tapi tahu tanggung jawab
Miskin…Tapi Fatima ra. bisa bahagia disampingnya

Manusia semua miskin
Dan hanya Engkau Yang Maha Kaya

Anugerahkan dari kekayaan-Mu di hati
Aku sangat yakin….
Titipan-Mu adalah yang terbaik untukku.
Berikan ridho-Mu….

Mutsalats, 19 Mei 2007


BAHAGIALAH "DEWIKU"

Kita hanya mengharap…atau hanya aku…
Berbakti saja, mungkin orang tua lebih tau yang layak
Hanya kuasa Rahman yang menentukan
Agar sadar, bahwa kita tak punya kuasa walau atas diri sendiri

Hapus saja air mata kita…
Lupakan…
walau berat terasa
Mungkin itu nafsu …bukan cinta

Dia Maha Pengasih lagi Penyayang
Mana mungkin menzalimi
untukku juga kamu ada di langit sana
Bahagialah "Dewiku"

Kita hanya mengharap…atau hanya aku…
Walau takdir memisahkan…pasti yang terbaik
Rasakan saja alur hikmah Ilahi
Bahagialah "Dewiku"…

Mutsalats, 19 Mei 2007

puisiku

HAWA NAFSU

Penat terasa berbaur ditengah fitnah
Ingin kencang berlari ke Maha Kasih
Sendiri…tapi tak berdaya

Tak pernah tahu kenali diri
Kuat hawa nafsu giringkan hati

Selalu …takkan pernah henti
Hingga terjatuh
Sering….bukan sesekali
Hampir binasakan diri

Kuat hawa nafsu giringkan hati
Bawa saja paksa taat aturan Ilahi dengan ilmu
Kuat hantam kendalikan diri

Kenali diri dengan empat terapi:
Tuntunan guru robany juga minta teman soleh kabarkan aib
jadikan kritik musuh bahan intropeksi juga sekitar sebagai kaca diri

Wahai Penguasa hati
Anugerahkan keridho'an!
Teguhkan! Jangan terombang ambing
Hingga menghadap-Mu
Kembali dengan hati bening

Abu Suja' di Mutsalats, 24 Mei 2007

Saturday, May 26, 2007

tasawuf

Hakikat tasawuf

Ada tiga unsur dalam diri manusia yaitu: ruh, akal, dan jasad. Kemulian manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah karena manusia memiliki unsur ruh ilahi. Ruh yang dinisbahkan kepada Allah. SWT sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Hijr ayat 29 yang artinya : "Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud".
Ruh Ilahi inilah yang menjadikan manusia memiliki sisi kehidupan rohani yang dapat diistilahkan dengan makna tasawuf. Dimana kecondongan ini juga dimiliki oleh semua manusia dalam setiap agama. Karena perasaan itu merupakan fitrah manusia. Secara umum dapat juga kita ibaratkan makna tasawuf dengan filsafat kehidupan dan metode khusus sebagai jalan manusia untuk mencapai akhlak sempurna, menyingkap hakikat dan kebahagiaan jiwa.
Yang membedakan antara sufi dengan sufi yang lainnya adalah tatacara riyadhohnya (latihan) yang kadang tidak luput dari pengaruh luar. Seperti tercemar oleh pemikiran filsafat sesat yang berkembang saat itu, atau gerakan-gerakan tatacara ibadah agama lain, dan sebagainya.
Tasawuf pada mulanya adalah bagian dari ajaran zuhud dalam islam. Yaitu lebih berkonsentrasi dalam pendekatan diri kepada Allah SWT dengan ketaatan dan ibadah. Semakin jauh dari zaman Rasul SAW semakin banyak aliran-aliran tasawuf berkembang. Dari perbedaan tatacara yang digunakan oleh masing-masing aliran itu tasawuf menjadi istilah yang terpisah dari ajaran zuhud. Karena tasawuf telah menjadi aliran yang memiliki makna khusus sebab kekhususan praktek ajaran yang ditempuhnya. Mungkin dapat diibaratkan sebagai madrasah (lembaga pendidikan) yang masing-masing memiliki tata cara khusus dalam menggembleng murid-muridnya untuk mencapai taqarub kepada Allah SWT. Dari pengertian ini maka tidak setiap ahli ibadah dapat disebut sufi tapi sufi diharapkan menjadi ahli ibadah. Juga tidak setiap orang yang berakhlak mulia dapat disebut sebagai sufi tapi sufi diharapkan memiliki akhlak mulia. Karena dalam ajaran tasawuf, orang bisa disebut sufi jika dia telah masuk dan terikat dalam aliran tasawuf tertentu (madrasah). Dimana dalam madrasah tasawuf terdapat guru dengan sebutan mursyid atau syeikh yang akan membimbing murid tentang tata cara bagaimana mendekatkan diri pada Allah.
Ibnu Taimiyah pernah berkomentar bahwa para sufi adalah orang-orang yang berijtihad menuju ketaatan Allah SWT seperti halnya orang-orang yang telah berijtihad dalam suatu perkara sebelumnya. Dan dalam berijtihad itu mereka ada yang salah dan ada yang benar, bahkan ada yang memang keluar dari ajaran Islam. Maka disinilah peran penting ilmu untuk menyikapi aliran tasawuf tersebut.

Korelasi antara ilmu dan tasawuf

Lebih khusus ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu syari'at atau fiqih. Karena fiqih adalah ilmu yang membahas tentang perkara zhohir dari suatu ibadah. Fiqih hanya membahas apakah suatu ibadah itu dapat dinilai sah atau tidak. Selama ibadah itu dilakukan sesuai dengan syari"at dan rukunnya maka pelakunya telah bebas dari kewajibannya secara hukum fiqih. Fiqih tidak melihat apakah anda sudah melaksanakan ibadah itu dengan kekhusyu'an dan memperhatikan adab-adabnya atau tidak. Adapun hakikat tasawuf adalah yang memperhatikan perkara hati ketika beramal, apakah saat itu ada keterikatan hati kepada Allah atau tidak. Dengan tasawuf akan membuahkan keindahan akhlak dari fiqih (ilmu). Contohnya adalah seorang yang melaksanakan sholat akan tampak khusyuk, bacaannya indah, gerakannya indah karena hatinya terikat dengan Allah SWT sehingga merasakan pengawasan dalam setiap bacaan dan gerakannya.
Dalam tasawuf, hati memang menjadi obyek utama yang lebih diperhatikan. Karena itu keikhlasan para sufi sudah teruji dan mungkin sudah tidak dapat diragukan lagi. Disamping keikhlasan, unsur yang terpenting yang harus dipenuhi dalam setiap amal ibadah adalah unsur kesesuaian amalan tersebut dengan tuntunan atau ajaran Nabi Muhammad SAW. Dari sisi inilah aliran tasawuf banyak yang tergelincir. Sehingga banyak terlihat mengadakan praktek amalan ibadah yang kurang atau bahkan tidak sesuai dengan tuntunan sunah Nabi SAW. dalam hal ini kaum sufi bisa termasuk golongan orang yang disebut dalam surat al-Kahfi ayat 104 yang artinya : "Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya"

Diantara kesesatan aliran tasawuf yang terlihat adalah:
1. mengambil mentah-mentah kisah-kisah yang berbau mistik dan khurafat tanpa ada landasan syari'atnya.
2. Tidak menyaring antara hadits-hadits yang shohih dan yang dho'if. Bahkan sering juga mengamalkan hadits-hadits yang maudu'.
3. Mentaati syeikhnya secara mutlak, bahkan ada yang meningkat ketaraf mengkultuskan. Menganggap bahwa syeikhnya tidak pernah jatuh pada kesalahan, sehingga semua perintahnya harus dilaksanakan.
4. Lebih meyakini dan mengikuti kata hatinya daripada mengikuti syari'at, apalagi jika diyakini itu adalah ilham, atau kasyf.
5. Tidak memperhatikan tuntunan syari'at dalam amal ibadah, zikiran, dan apa yang dianggap amal kebajikan. Seperti lebih mengutamakan zikiran yang disusun oleh syeikhnya daripada susunan dan aturan yang telah diajarkan Nabi SAW. Juga berlebihan dalam praktek ibadah (ghuluw) dan menafsirkan ayat atau hadits.

Kesalahan yang diperbuat para kaum sufi itu adalah akibat dari kurangnya perhatian mereka terhadap ilmu syari'at. contohnya lagi yaitu mereka mengangap bahwa gerakan yang menyertai zikiran itu dapat menambah kekhusyu'an dalam berzikir. Tetapi mungkin dapat kita katakan untuk menjawab anggapan ini adalah bahwa gerakan spontan ketika berzikir itu boleh saja seperti gerakan spontan ketika kita sedang menikmati membaca alqur'an. Kesalahannya adalah jika gerakan itu bukan secara spontan adanya. Tetapi gerakan itu adalah sengaja dibuat tata caranya oleh seorang syeikh dan kadang menjadi keharusan bagi anggota aliran tasawuf tersebut ketika berzikir. Karena dalam tuntunan Nabi SAW tidak ada keharusan melakukan gerakan khusus ketika berzikir. dalam kaidah disebutkan bahwa sesuatu yang mutlak (tidak terikat) jika di ikatkan maka telah menyalahi (termasuk bid'ah) dan sebaliknya bahwa sesuatu yang terikat (waktu, tempat atau tata cara) jika di mutlakan maka juga berarti bid'ah. Kesalahan sufi dalam hal zikir ini adalah mereka mengikatkan zikiran yang dimutlakan dengan gerakan atau tata cara khusus yang mengiringinya. Untuk contoh kaidah yang kedua misalnya adalah tawaf yang dilakukan orang awam pada kuburan-kuburan para wali. Bid'ah disini adalah mereka memutlakan ibadah tawaf yang sudah terikat dengan tempat yaitu hanya di ka'bah saja menjadi ibadah yang boleh dilakukan selain di ka'bah.

Contoh lainnya tentang kesalahan golongan sufi adalah tentang konsep cinta kepada Allah yang berlebihan. Ini terjadi karena kurang memperhatikan kaidah-kaidah penafsiran ayat atau hadits yang telah disepakati oleh para ulama. Ungkapan cinta yang berlebihan secara spontan mungkin dapat dimaklumkan, tapi jika ungkapan itu dijadikan konsep ajaran maka disitulah letak kesalahannya. Karena dengan begitu telah membingungkan orang awam dan bisa menyulitkan diri dengan memaksakan untuk melakukan amalan yang diluar kemampuannya. Dan ini berarti telah menyalahi ajaran Islam yang asalnya bersifat mudah dan tidak menyulitkan diri.

Pengetahuan tentang tuntunan Nabi SAW itulah yang dimaksud dengan ilmu disini. Dengan ilmu itu juga dapat menjadi penilaian, apakah aliran itu dapat diterima atau tidak (sesat). Dalam hal ini kalangan ulama sufi generasi awal sendiri menegaskan bahwa tarikat yang tidak berlandaskan ajaran murni Islam dari kitab dan sunah adalah bukan temasuk tasawuf Islam. Sebagaimana pernyataan syeikh para sufi al-Junaed bin Muhammad : "Semua aliran tarikat tertutup bagi makhluk kecuali yang mengikuti jejak Rasulullah SAW". Berkata juga yang lain: "Aliran kita adalah terikat dengan kitab dan sunah".
Segala bentuk ibadah dari zikir, sholat, puasa, berdoa, dan lain sebagainya itu pada asalnya adalah haram hukumnya. Karena ibadah adalah perkara yang yang hanya terbatas pada apa yang telah diperintahkan Allah SWT saja. Atas dasar ini, segala bentuk ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Nabi SAW adalah sesat dan tidak dapat diterima. Sebagaimana sabda Nabi SAW: "Barang siapa yang mengerjakan amalan yang tidak berasal dari tuntunan kita, maka hal itu ditolak".(HR. Bukhory dan Muslim)
Dengan pondasi syari'at yang kuat tasawuf ini akan lebih terjaga keabsahannya. Karena syari'at adalah petunjuk. Barang siapa yang memanfaatkan petunjuk tidak akan tersesat jalan. Sebaliknya, barang siapa yang meneluri jalan tanpa petunjuk tidak akan pernah sampai tujuan. Dari sini, jelaslah bahwa syarat kebenaran sebuah aliran adalah harus berlandaskan ilmu. Sebagimana kaidah arab yang menguatkan pernyataan ini: "barang siapa salah jalan berarti dia akan sesat".
Imam Syafi'i membagi manusia berdasarkan hal ini menjadi tiga yaitu: ahli fiqih, sufi dan ahli fiqih yang sufi. Dalam syairnya beliau menggambarkan hubungan ilmu dan tasawuf ini:
فقيها و صوفيا فكن ليس واحد ا فإنى - و حق الله – إياك أنصح
فذلك قاس لم يذق قلبه تقى و هذا جهول كيف ذو الجهل يصلح

Seorang ahli fiqih dan sufi selayaknya tak boleh terpisah
Demi Allah aku akan menasihati kamu (tentang hal ini)
Kalau yang itu ( ahli fiqih) keras hatinya karena belum merasakan ketakwaan
Dan yang ini (sufi) bodoh, bagaimana dia bisa berbuat perbaikan jika dia bodoh


Merupakan kenikmatan jika memiliki isteri yang memahami bahwa menyiapkan sarapan dan perlengkapan suami yang akan berangkat pagi hari adalah lebih utama dari menghabiskan waktu berzikir dengan hitungan ribuan kali. Juga kenikmatan bagi seorang isteri jika memiliki suami yang memahami bahwa mencari nafkah adalah bentuk ibadah yang lebih utama dari duduk bermalasan walau sambil berzikir dengan hitungan ribuan kali. Seperti halnya pemahaman sahabat bahwa membantu menyelesaikan keperluan saudaranya adalah lebih utama dari beri'tikaf dalam masjid nabawy sekalipun.

Karakteristik kehidupan robany dalam Islam

Jika kita sepakat bahwa inti ajaran tasawuf adalah untuk mencapai kehidupan robany, maka pada hakikatnya adalah bahwa dari yang awam hingga para ualma semuanya membutuhkan pembinaan iman untuk menggapai kehidupan yang robany. Dan pembinaan itu tentunya harus berlandaskan ilmu. Seorang yang memiliki ilmu bisa tampak lebih sufi dari orang yang berada dalam aliran tasawuf. Sebagaimana orang bisa tampak lebih berilmu dari orang yang duduk di bangku sekolah.
Dari uraian sebelumnya diharapkan dapat mengantarkan kita dalam menyikapi aliran tasawuf yang ada dengan sikap yang moderat. Artinya tidak memihak kepada golongan yang menganggap bahwa semua aliran tasawuf adalah sesat, juga tidak memihak kepada golongan yang tenggelam meyakini bahwa aliran tasawuf itu adalah tampilan ideal Islam. Adapun tampilan Islam yang ideal mungkin dapat kita lihat dari karakteristik kehidupan yang robany dalam Islam sebagai berikut:
1. Tauhid
Tauhid adalah mengesakan Allah SWT dalam ibadah dan mohon pertolongan. Seorang muslim hanya beribadah kepada Allah SWT dan hanya memohon pertolongan kepada Allah SWT. Kehidupan robany dalam Islam adalah yang berlandaskan tauhid yang intinya dapat tercangkup dalam empat perkara:
a.Tidak mencari tuhan selain Allah SWT. (lih: QS: Al-An'am: 164)
b.Tidak mengambil wali selain Allah SWT. (lih: QS: Al-An'am: 14)
c.Tidak mengharap hukum selain hukum Allah SWT.(lih: QS: Al-An'am: 114)
d.Tidak mengharap keridhoan selain dari Allah SWT.(lih: QS: Al-An'am: 162-163)

2. Mengikuti Tuntunan
Seorang muslim adalah yang melandaskan segala amalannya dengan syari'at. Karena syarat diterimanya sebuah amalan adalah harus memenuhi dua syarat yaitu : keikhlasan kepada Allah SWT semata dan harus sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Sebagaimana sabda Nabi SAW yaang artinya: "Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami, yang tidak kami perintahkan atasnya, maka hal itu ditolak". (HR: Bukhory dan Muslim)

3. Menjaga Keseimbangan
Muslim adalah yang menjaga keseimbangan dalam beribadah dan menjalani kehidupannya. Kegiatan untuk akheratnya dan amal ibadahnya tidak sampai berlebihan dan tidak sampai melupakan urusan duniaannya apalagi hak-hak orang lain. Dia sholat, puasa, zakat, haji, berzikir, tapi juga mencari nafkah, bercanda dengan keluarga dan olahraga. Dalm hal ini ada hadits Nabi SAW tentang sikap Beliau SAW terhadap sahabatnya yang salah memahami ajaran sehingga ada yang ingin puasa terus tanpa berbuka, ada yang ingin qiyamulail tanpa istirahat, dan ada yang tidak ingin menikah. Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah SWT tetapi aku puasa juga berbuka, aku qiyamulail juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Dan barang siapa yang tidak menyukai sunahku, maka bukan termasuk golonganku". (HR: Bukhory dan Muslim)
4. Berkesinambungan
Setiap nafas seorang muslim hendaknya terus dipenuhi zikir dan bernilai ibadah. Perintah-perintah ibadah yang ada seperti ada sholat lima waktu, sholat jum'at, sholat hari raya, juga haji misalnya, itu semua menuntun muslim untuk menjaga hubungan yang berkesinambungan dan tidak terputus dengan Allah. SWT. (lih:QS: Al-Hijr: 99)
5. Mudah dan Luas
Meskipun ibadah dalam Islam itu sifatnya berkesinambungan, tetapi ada kemudahan dan tidak ada pemaksaan untuk melakukan amalan yang diluar kemampuan hamba. (lih: QS: Al-Maidah: 6). Kehidupan robany dalam ajaran Islam juga kita dapatkan adanya kelonggaran bagi muslim sesuai dengan tingkat keimanannya dan kemampuannya. Sehingga kita dapatkan kelonggaran Islam bagi orang yang hanya sanggup menjaga amalan yang wajib-wajib saja. Islam tidak menutup jalan bagi para pendosa yang ingin bertaubat. Disamping para pemilik keimanan yang tinggi seperti para sahabat Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali Radliyallâhu'anhum yang sanggup melaksanakan amalan-amalan sunah sebagai tambahan.
6. Beragam
Seorang muslim dapat menjadikan segala amalan hidupnya bernilai ibadah. Dalam Islam ada ibadah badaniyah dan ibadah hati. Ada perintah dan larangan. Ada yang wajib, sunah, haram, makruh dan yang mubah. Itu semua menuntut muslim untuk dapat memperhatikan hal-hal prioritas dalam beramal. Contohnya bersedekah kepada tetangganya yang membutuhkan lebih diutamakan dari melaksanakan ibadah haji sunah.
7. Universal
Muslim hendaknya memahami keuniversalan ajaran Islam, tidak sebatas dalam amalan ibadah. Segala aspek kehidupan muslim yang mencangkup urusan dunia atau akhirat harus berlandaskan ajaran Islam. Muslim tidak memisahkan antara masalah ibadah, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Kehidupan muslim bukan hanya di dalam masjid, tapi juga dapat mengikat hatinya dengan masjid meskipun jasadnya di luar masjid.
Sesungguhnya Islam menuntun umatnya untuk dapat memperhatikan semua aspek kehidupanya secara seimbang. Seorang muslim yang moderat memiliki karakteristik kehidupan robany. Pemahamannya akan makna ibadah tidaklah sempit, hanya sebatas amalan ibadah ritual saja seperti shalat, puasa, zikir sebagaimana yang dipahami oleh sebagian besar golongan sufi.
Karakteristik muslim moderat ini semua ada dan telah dicontohkan dalam kehidupan Nabi SAW. Sehingga Aisyah Radliyallâhu'anha berkata ketika mensifati kehidupan Beliau SAW: "Sesungguhnya akhlak Beliau SAW adalah Qur'an".

Saturday, May 12, 2007

Keutamaan Ilmu

Keutamaan Ilmu

قا ل الله تعالى: قل هل يستوى الذين يعلمون و الذين لا يعلمون (الزمر:9)

Artinya : "Katakanlah! Apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan yang tidak mengetahui". (QS: Al-Zumar:9)

الحديث : من يريد الله به خيرا يفقهه فى الدين (متفق عليه)

Artinya: "Barang siapa yang akan Allah jadikan dirinya baik, maka Allah akan fahamkan dia tentang agama (ilmu syari'at)". (hadits yang disepakati keshohihannya)

Hasan seorang ulama salaf berkata : "Diantara para sahabat Rasulullah SAW ada yang berkata : "Barang siapa beramal tanpa ilmu maka unsur merusknya lebih besar dari unsur perbaikan. Dan orang yang beramal tanpa ilmu bagaikan berjalan diatas jalur lain. Maka tuntutlah ilmu agar tidak merusak ibadah dan ibadahlah agar tidak merusak ilmu".

Para ahli ilmu adalah orang yang paling takut kepada Allah SWT.

Ilmu merupakan ibadah hati, jika mengharap ridho Allah SWT semata.

Menuntut ilmu karena Allah SWT bernilai ibadah.

Mempelajari ilmu adalah dzikir. Membuat riset ilmiyah adalah jihad. Mengajarkannya adalah sedekah.

Karena ilmu dapat mengetahui halal dan haram.

Ilmu adalah penerang jalan menuju surga.

Ilmu adalah penghibur diwaktu keterpurukan.

Teman bicara dikala sepi.

Teman duduk saat menyendiri.

Sahabat dalam keasingan.

Petunjuk kala senang, penolong kala susah,

Perhiasan ditengah kawan-kawan, dan senjata tuk melawan musuh.

Kadar kerugian yang menimpa individu atau jamaah adalah sebesar kadar ketidak tahuan (red:kebodohan) dia tentang sesuatu. Contoh mudahnya adalah kesengsaraan akibat dari orang yang tidak mengetahui alamat yang akan ditujunya seperti menghabiskan waktu dan ongkos, juga keletihan karena sering kesasar. Juga alasan seorang ulama mengutamakan ahli ilmu dalam memilihkan jodoh anak putrinya adalah karena ahli ilmu jika mencintai akan sangat menyayangi kekasihnya dan jika marah tidak sampai menzholimi.

Ilmu adalah kehidupan dan cahaya sedangkan kebodohan adalah kematian dan kegelapan. Timbulnya kesengsaraan adalah sebab kegelapan dan kematian. Adapun sebab kebahagiaan adalah karena adanya cahaya dan kehidupan. Karena cahaya dapat menampakkan hakikat segala sesuatu.

Firman Allah SWT dalam surat al-An'am ayat 122 yang artinya: "Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia kami hidupkan lagi dan kami berikan padanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali dia tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah kami jadikan orang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan".

Demikianlah Allah SWT memberi perumpamaan bagi orang yang kafir dengan kematian hatinya kemudian dihidupkan dengan cahaya ilmu dan iman sehingga dapat berjalan dan menerangi di tengah masyarakat.

Juga ada ulama salaf yang mengatakan: "Barang siapa yang menginginkan dunia hendaknya dengan ilmu dan barang siapa yang menginginkan akhirat hendaknya dengan ilmu dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka hendaknya dengan ilmu".